Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian dan Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Berkebutuhan khusus merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan dalam konteks pendidikan.

Ada perbedaan yang signifikan pada penggunaan istilah berkebutuhan khusus dengan luar biasa atau berkelainan. Berkebutuhan khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan mengembangkan kemampuannya secara optimal, sedang pada luar biasa atau berkelainan adalah kondisi atau keadaan anak yang memerlukan perlakuan khusus.

Memahami anak berkebutuhan khusus berarti melihat perbedaan individu, baik perbedaan antar individu (inter individual) yaitu membandingkan individu dengan individu lain baik perbedaan fisik, emosi maupun intelektual, dan perbedaan antar potensi yang ada pada individu itu sendiri (intra individual).

Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk memahami anak berkebutuhan khusus yaitu impairment yang berarti cacat, disability dimana seseorang mengalami hambatan karena berkurangnya fungsi suatu organ yang dimungkinkan karena kondisi cacat, dan handicaped, merupakan keadaan seseorang, yang mengalami hambatan dalam komunikasi dan sosialisasi dengan lingkungan. Kondisi handicaped inilah yang merupakan berkebutuhan khusus, karena untuk dapat bersosialisasi dengan lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran memerlukan perlakuan khusus.

Pengelompokkan anak berkebutuhan khusus hanya diperlukan untuk kebutuhan penanganan anak secara klasikal, sedangkan untuk kepentingan yang bersifat sosial anak berkebutuhan khusus tidak perlu dikelompokkan. Anak berkebuthan khusus dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kelainan Mental terdiri dari: 
a. Mental Tinggi 
Sering dikenal dengan anak berbakat intelektual, dimana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rerata normal yang signifikan juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas. 

b. Mental rendah 
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual (IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learners) yaitu anak yang memiliki IQ antara 70 – 90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus. 

c. Berkesulitan Belajar 
Spesifik Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achivement) yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang memiliki kapasitas intelektual normal ke atas tetapi memiliki prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu.


2. Kelainan Fisik meliputi: 
a. Kelainan Tubuh (Tunadaksa) 
Adanya kondisi tubuh yang menghambat proses interaksi dan sosialisasi individu meliputi kelumpuhan yang dikarenakan polio, dan gangguan pada fungsi syaraf otot yang disebabkan kelayuhan otak (cerebral palsy), serta adanya kehilangan organ tubuh (amputasi). 

b. Kelainan indera Penglihatan (Tunanetra) 
Seseorang yang sudah tidak mampu menfungsikan indera penglihatannya untuk keperluan pendidikan dan pengajaran walaupun telah dikoreksi dengan lensa. Kelainan penglihatan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu buta dan low vision. 

c. Kelainan Indera Pendengaran (Tunarungu) 
Kelainan pendengaran adalah seseorang yang telah mengalami kesulitan untuk menfungsikan pendengaranya untuk interaksi dan sosialisasi dengan lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran. Kelainan pendengaran dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu tuli (the deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). 

d. Kelainan Wicara 
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain. Kelainan wicara ini dapat bersifat fungsional dimana mungkin 1-12 Unit 1 disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidak sempurnaan organ wicara maupun adanya gangguan pada organ motoris yang berkaitan dengan wicara. disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidak sempurnaan organ wicara maupun adanya gangguan pada organ motoris yang berkaitan dengan wicara. 


3. Kelainan Emosi 
Gangguan emosi merupakan masalah psikologis, dan hanya dapat dilihat dari indikasi perilaku yang tampak pada individu (akan dibahas lebih dalam pada bab IV) adapun klasifikasi gangguan emosi meliputi:
a. Gangguan Perilaku
  • mengganggu di kelas
  • tidak sabaran – terlalu cepat bereaksi
  • tidak menghargai – menentang 
  • menyalahkan orang lain
  • kecemasan terhadap prestasi di sekolah
  • dependen pada orang lain 
  • pemahaman yang lemah 
  • reaksi yang tidak sesuai 
  • melamun, tidak ada perhatian, menarik diri 

 b. Gangguan Konsentrasi (ADD/Atention Deficit Disorder)
Enam atau lebih gejala inattention, berlangsung paling sedikit 6 bulan, ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan tingkat perkembangannya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention tersebut ialah:
  • Sering gagal untuk memperhatikan secara detail, atau sering membuat kesalahan dalam pekerjaan sekolah atau aktivitas yang lain.
  • Sering kesulitan untuk memperhatikan tuga-tugas atau aktivitas permainan. 
  • Sering tidak mendengarkan ketika orang lain bicara. 
  • Sering tidak mengikuti instruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah. 
  • Kesulitan untuk mengorganisir tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas. 
  • Tidak menyukai pekerjaan rumah dan pekerjaan sekolah. 
  • Sering tidak membawa peralatan sekolah seperrti pensil buku dan sebagainya. 
  • Sering mudah beralih pada stimulus luar. 
  • Mudah melupakan terhadap aktivitas sehari-hari.

c. Anak Hiperaktive (ADHD/Atention Deficit with Hiperactivity Disorder)
  1. Perlaku tidak bisa diam 
  2. Ketidak mampuan untuk memberi perhatian yang cukup lama 
  3. Hiperaktivitas 
  4. Aktivitas motorik yang tinggi 
  5. Mudah buyarnya perhatian 
  6. Canggung 
  7. Infleksibilitas
  8. Toleransi yang rendah terhadap frustrasi 
  9. Berbuat tanpa dipikir akibatnya

Ilustrasi
Boby adalah seorang anak yang berusia 7 tahun dan duduk di kelas 1 sekolah dasar, Boby memiliki kelainan fisik yaitu jari-jari tangan kirinya hanya 4 buah. Suatu kecelakaan menyebabkan ibu jarinya harus dipotong (amputasi), sehingga Boby termasuk anak yang memiliki kecacatan yaitu jari. Boby tidak memerlukan bantuan khusus dalam proses pembelajaran di sekolah dan sosialisasi di lingkungannya. Di lain pihak ada seorang anak bernama Dewi usia 7 tahun dia secara fisik (kesan lahiriah) terlihat tidak berbeda dengan anak-anak lain sebayanya, tetapi setelah masuk kelas mengikuti proses pembelajaran Dewi terlihat bingung dan selalu ketinggalan dalam prestasi belajar dengan teman-temanya bahkan tidak mampu mengikuti proses pembelajaran di kelas. Ternyata Dewi memang tidak mampu mengikuti proses pembelajaran seperti teman-temannya, Dewi memerlukan cara atau metode tersendiri (khusus) dalam mengikuti proses pembelajaranya. Setelah mendapatkan layanan pembelajaran tersendiri sesuai dengan keadaanya, Dewi dapat mencapai prestasi belajar rata-rata kelas. 

Dari dua ilustrasi tersebut yaitu Boby dan Dewi maka untuk memahami anak berkebutuhan khusus berarti kita mesti melihat adanya berbagai perbedaan bila dibandingkan dengan keadaan normal, mulai dari keadaan fisik sampai mental, dari anak cacat sampai anak berbakat intelektual.